Dr. Hb. IDRUS AL-HAMID
REKTOR IAIN FATTAHUL MULUK PAPUA
Risalah kecil ini adalah usaha seorang insan kerdil untuk memberi sedikit maklumat mengenai Ba’alawi. lni kerana keturunan Ba’alawi dewasa ini sedikit sekali, mempunyai pengetahuan, mengenai asal usul mereka. Saya amat berharap bahawa risalah sepenggal tulisan ini dapat menyingkap serba sedikit tentang asal usul Ba’alawi, serta menaruh harapan agar ia dapat mencetuskan minat lalu mendorong golongan atau keturunan Ba’alawi untuk mengenali Tapak Historis, mereka secara lebih dekat lagi. Alangkah baiknya kalau risalah ini dapat disebar luas guna menemui Panorama Keturunan Alawi di Timur Nusantara yang mungkin belum tersingkap. Semoga usaha ini di mudahkan oleh Allah swt.
Umum dipahami, *Ba’alawi* ialah gelaran yang diberi kepada mereka yang bertalian *Nasab* pada *Alawi bin Ubaidullah bin Ahmad bin Isa Al-Muhajir*. Awal cerita bahwa Ahmad bin Isa Al-Muhajir, meninggalkan *Basrah Iraq* bersama keluarga dan pengikut-pengikut-Nya pada tahun 317H/929M untuk berhijrah ke Hadhramaut di Yaman Selatan. Cucu Ahmad bin Isa yang bernama Alawi, merupakan orang pertama yang dilahirkan di Hadralmaut. Oleh sebab itu anak-cucu Alawi digelar Ba’alawi, yang bermakna Keturunan Alawi. Panggilan Ba’alawi juga bertujuan memisahkan kumpulan keluarga Alawi dari pada cabang-cabang keluarga yang lain yang berketurunan dari Nabi Muhammad s.a.w. Ba’alawi juga dikenali dengan kata-nama Saiyid (Sadah bagi bilangan lebih daripada seorang). Keluarga yang bermula di Hadhramaut ini, telah berkembang dan membiak, dan pada hari ini ramai di antara mereka menetap disegenap pelosok Nusantara, India dan Afrika. Ada diantara Masyarakat yg berpandangan Setiap orang melukis garis turunan dari Ayah bukan Ibu. Maka, Rasulullah saw menjawab dalam bersabda :
" *Setiap putra ibu, akan bergabung nasab-Nya kepada ashabah-Nya (bc.pihak ayah), kecuali anak-anak Fathimah, Akulah ( bc.Rasulollah) wali mereka dan akulah ashabah mereka ".*
(Al Hadist )
Di Nusantara, dalam catatan sejarah kaum Ba'alawiyyah, disebut dengan panggilan Habib (Yang Tersayang) bagi laki-laki dan Syarifah (yg dimuliakan, karena mengandung Zurriyah). Menurut Prof.KH.HAMKA Awal masuk di Nusantara pada Abad ke VII Miladiyah, Kerajaan China menemukan makam (bc. Sekitar Abad ke 9 ditemukan di daerah Sumatera dan Kuburan bertulisan Fatimah Binti Maimun). Kaum Ba'alawi bermigrasi dari Hadramaut, hingga tiba di Nusantara adalah bahagian dari mengikuti metode Leluhur mereka *Ahmad Bin Isa Al-Muhajir * yakni Berhijrah dengan Pola Dagang dan Berhijrah untuk mengukur Peradaban.
PERTAMA : Berhijrah dengan pola Dagang. Dapat dipahami pada Zaman itu, Hadramaut adalah daerah yg kekuasaan-nya dipegang oleh Kaum Khawarij, sehingga menyebabkan Kaum Alawiyyah, sulit mengembangkan tradisi dagang sebagaimana *Leluhur mereka* dekade Awal di Basrah Iraq. Sehingga dapat dipahami *ber-migrasi* adalah pilihan yg Cerdas guna mempertahankan kelangsungan hidup Keluarga (bc.Cerita Habib Karamat Luar Batang ). Pola Dagang yg dikembangkan saat itu adalah sistim Barter, dimana tukar menukar barang yg terjadi tanpa dengan uang, artinya keinginan memiliki barang tidak cukup hanya dengan menjual hasil kebun, sehingga hasil kebun ditukar dengan barang dengan Pola tatap muka secara langsung. Disaat itulah Komunikasi terjalin dengan *pola Interaksi sosial yg sejuk dan menawan* sehingga kaum Alawiyyah dekade Awal diterima oleh Masyarakat dan Kerajaan di Nusantara dengan baik dan bersahaja, karena *Kaum Alawiyyin* selalu berikan Solusi tanpa Emosi dan memperjuangkan hak-hak Pribumi, tanpa merasa memiliki dan bernafsu untuk menguasai seperti Asing dan Aseng.
KEDUA : Berhijrah dengan Pola Mengukir Peradaban. Diketahui dalam catatan sejarah Kaum Alawiyyin, dalam Tapak Peradaban Nusantara telah berkonstribusi dalam merubah Peradaban Kerajaan Tradisional yg menjadikan Hukum Adat sebagai pijakan dalam mengatur kehidupan masyarakat komunal. Disaat problem masyarakat seperti paceklik dan wabah Penyakit yg susah disembuhkan mendera Khususnya pada kerajaan yg ada di Pontianak dalam Kesultanan Mampawa. Kehadiran Sayyid Habib Husain Al-Qadriy mampu mempengaruhi sistem Hukum Adat yg sudah berlangsung sekian lama 1740 Miladiyah. Model dan Pola semacam tersebut di atas, dilakukan pula oleh Para Kaum Ba'alawiyah di Nusantara.
Sementara kaum Ba'alawiyyah di Timur Nusantara (bc.Papua dan Maluku ), pada tahun 1800. Miladiyah, telah hadir di Maluku (Ambon ) yakni Al-Habib Abdollah bin Alwiya Al-Masthu, yg hadir di Ambon saat itu guna menghindari pertarungan antara kerajaan Sriwijaya dengan Majapahit guna perluasan kerajaan (bc.Catatan Sejarah tentang Peperangan antara kerajaan Sriwijaya dengan Majapahit).
Daerah yg dianggap paling Nyaman untuk Dagang dan Dakwah adalah Maluku. Setiba-Nya Habib Abdollah bin Alwiya Al-Masthur di Ambon, teelihat tradisi Mistik dalam masyarakat sangat kental, hal ini dapat dimaklumi karena ganas-nya Alam yg berdampak dalam kehidupan Masyarakat. Sebagai orang Asing sudah tentu pasti berhadapan dengan tantangan yg sangat luar biasa. Seperti halnya harus mampu menunjuk-kan Ganasnya Alam. Maka Habib.Abdoll bin Alwiya Al-Masthur meminta untuk disediakan tempat di pantai yg terdapat pertemuan antar air Laut dengan Darat, maka oleh masyarakat di berikan Lahan yg saat ini dikenal sebagai Masjid Jami' di kota Ambon. Ini terbukti hingga saat ini di Zaman NOW, Suasana dalam Masjid sangat terasa *Jejak Tapak Ke-Waliyan* Para Habaib Khusus-Nya Al-Habib Abdolla bin Alwiy Al-Masthur yg di tahun 1830 kawin dengan Anak dari Pangeran Abd.Ajiz bin Pangeran Diponegoro nama-nya Raden Ayu Aminah binti Pangeran Abd.Ajiz Diponegoro.
Titik Awal, Panorama Da'wah dan Karomah Sebagai sesuatu yg langkah saat itu, apabila dicerna oleh Akal Sehat, karena Transportasi yg tersedia sangat minim, tidak seperti halnya sekarang. Perkawinan Antara Habib Abdollah bin Alwiya Al-Masthu dengan putri Pangeran Abd. Ajiz. Merupakan bahagian dari Rencana Allah SWT. Yg pada akhirnya menjadi Sebab, berdatangan Para Habaib dari Marga lainnya, ke Maluku (Ambon). Psikologi Alam dan Masyarakat di Maluku dan Papua saat itu *sangat labil* sehingga *Sensitivitas* terhadap hadirnya Orang baru sangat tinggi, ini terbukti, ada perlawanan yg dilakukan oleh Jawara-jawara yg mengandalkan kekuatan Alam, Jin dan lainnya untuk melumpuhkan *Para Habaib dekade Awal* sehingga pertarungan umumnya dilakukan secara terbuka, artinya Masyarakat dikumpulkan di tanah lapang untuk menyaksikan Pertarungan antara Habaib dengan jawara yg dipercaya punya kemampuan maha dahsyat. Contoh Fenomena *Habib Hasan Boften Banda* yg hanya dgn jari Sahadat, mampu melumpuh-kan Para Jawara.
Karomah secara Harfiah dapat dipahami adanya kelebihan luar biasa yg Allah berikan kepada Manusia karena Kepatuhan dan Ketakwaan-nya kepada Allah SWT, yg dari itu diangkat ke derajat Waliyullah dan Allah yg menanggung segala kebutuhan mereka. Para Habib khusus di Jazirah Muluk. Memiliki *derajat Ke-waliyyan* yg sangat luar, mereka mampu menakluk-kan Alam dan Masyarakat MALUKU DAN PAPUA dengan *Ilmu Hikmah* yg sifatnya Atraksi, sehingga masyarakat sangat meyakini kebesaran dan Karamah Para Habaib di Maluku dan Papua. Ini adalah bahagian dari bukti sejarah yg sampai saat ini dapat di jumpai Kuburan para Auliya yg bercahaya dan dijadikan Pasak-pasak kejayaan masyarakat di Timur Nusantara. Oleh. Hb. IDRUS AL-HAMID, Si Hitam Manis Pelipur Lara di Timur Nusantara. Ambon. 06/07/2018.